Pasukan 19, Sang Pewaris Mojang Sunda

Dan inilah masa depan kami yang lainnya, semua berharap agar mereka mampu mengikuti jejak kakak-kakaknya yang selalu gigih untuk mengharumkan rumah mereka, PASKIBRA Satuan SMPN 1 Cileunyi Kab. Bandung

Pasukan yang selalu tampil baru.

Mojang Sunda dan Satria Pegasus adalah sebuah karya yang nyata

Pasukan 17

Mereka adalah yang disebut sebagai pelaku sejarah, mereka lahir dengan nampak sempurna dan sampai pada penampilan terakhir mereka, mereka begitu menyita banyak pandangan mata.

Pasukan 18, Sang pewaris Satria Pegasus

Pasukan ini terlahir pada saat semuanya menjadi yang terbaik dan mulai pulih, adalah tantangan yang selalu mereka hadapi di arena perlombaan.

Saat Upacara Penaikan Bendera

Bagian terbesar dalam kiprah kami adalah selalu membuat Sang Merah Putih tetap melambai dengan eloknya di atas tiang tertinggi.

Selasa, 28 Mei 2013

Angka 17

Perlahan kabut tipis putih berbaur dengan alam . Kulihat, telah menyinsing sinar mentari dipelupuk wilayah tertimur negeriku, aku merasakan bagaimana nikmat dan indahnya rasa hangat ditubuhku, yang membuatnya nyaman dan enggan untuk mengangkat telapak kaki di tempat yang saat ini aku sedang berdiri, di rumahku. Mentari, membuat pagiku terasa lebih hangat yang dibumbui oleh gelora untuk menjajaki alur takdir telah yang telah Dia lukis yang harus aku lalui sebagai insan pengharap dan pembaris. Mentari membuat emosi jiwaku enggan untuk hidup tenang ketika rasa panas yang menyengat tepat berada diatas tempat  yang penuh dengan pemikiran karya, yang ku pikirkan ketika itu adalah hasyrat segera bertepi ke tempat rindang dedaunan yang menyejukkan dan saat itu aku berontak menahan segala apapun yang membuatku merasakan sengatan hari, dan aku benar-benar ingin beranjak. Tetapi petang, ketika aku diberikan sentuhan lembut oleh mentari yang mulai mengerti atas apa yang aku pikirkan ketika dia memancarkan tingkat kehebatannya, aku dibelai mesra oleh mentari senja, disana aku temui aku yang nampak lebih tenang dengan raga yang terlihat payah  nan lunglai, dengan sisa kekuatan yang ada menghabiskan terang bersama mentari yang perlahan redup ditelah pekat. Aku sangat menanti masa ini disetiap harinya, aku menyukai malam, aku menyukai malam dengan keheningannya dan disanalah aku bercerita. Begitulah seterusnya cerita hari yang aku lalui bersama mentari, aku tahu ada masanya ketika dia datang dengan membawa kenyamanan, dia datang dengan kebengisannya, dan dia datang kelembutannya. Tapi satu hal, mentari tidaklah akan pernah pergi untuk selamanya, dia hanya sedang berada dibelahan bumi yang lain, dan ada masanya dia akan kembali kepada pangkuan dimana meraka ada dan terbit.
Begitulah aku memaknai apapun yang kita rajut dan jalin selama ini di rumah yang telah membesarkan kita, kalian adalah mentari yang bisa saja membuat orang-orang bahagia dan bisa saja membuat orang-orang menderita karena kedatangannya, namun pada hakikatnya, mentari memiliki guna yang guna tersebut tidak harus dibandingkan dengan guna benda lain. Betul jika ada beberapa orang yang berang karena kedatangnya, namun lihat, ada lebih banyak orang yang sangat menantikan kehadirannya, mentari.

Aku menyimpan mentari.
Jika bukan karena ada manusia yang berbaris itu, mungkin sekarang aku telah menjadi “gelandangan pembaris” yang mengemis kepada para manusia angkuh. Pernah aku temui masa ketika aku benar-benar berada pada posisi terburuk selama berkarir di dunia yang penuh dengan onak berduri ini, ah.. mungkin ini tidak sebarapa, ketika aku tidak bisa lagi merasakan indahnya memandang pelangi, ketika aku tidak lagi bisa merasakan manisnya madu, ketika aku tidak lagi bisa merasakan nikmatnya kebahagiaan, aku tertipu dengan keindahan pelangi, ternyata indahnya pelangi membuat pandanganku menjadi buta, ternyata manisnya madu  membuat lidahku terasa sangat pahit, dan ternyata nikmatnya kebahagiaan membuat batinku merintih, aku tertipu dengan segala yang nampak pada pandangan mata. Pengadu, aku menyebut diriku sebagai manusia pengadu kepada para bocah, ketika aku mengadu atas apapun yang menipu pada kehidupanku. Aku melihat dengan kesadaranku, mereka benar-benar mengulurkan jari-jemari mereka, merangkulku ? itu yang sangat aku harapkan. Rasanya tidak percaya ketika jemari mereka adalah untuk aku sentuh dan untuk ku genggam, ini seperti asing dalam kehidupanku, tercengang atau tidak, percaya atau tidak, ini benar-benar terjadi. Seketika itu aku mendapati diri yang lebih baik dan aku mendapati diri yang kembali bisa mendang indahnya pelangi yang nampak diwaktu petang, aku bisa merasakan manisnya madu yang menyehatkan dan aku bisa lagi merasakan nikmatnya kebahagiaan yang selama ini tertimbum dengan baik. Aku dengan diriku larut pada kebahagiaan yang berkepanjangan, ketika aku merasakan yang rasa itu membuat aku kembali hidup, kembali hidup bersama asa yang enggan pergi (lagi) pada kehidupanku. Aku dengan asaku adalah hal yang akan membuat rumah yang membesarkan aku kan dipandang dengan mata yang terbuka, akan didengar dengan telinga yang menganga, dan akan dirasa dengan perasaan yang peka, akan ada masa ketika aku dan asaku melebur dengan mereka dan asa mereka, sehingga, yang akan membuat besar dan harum rumah adalah kita,  bukan aku, bukan juga dia, tetapi kita. Mereka terlalu istimewa ketika mereka hadir dan mampu ku sentuh di kehidupanku. Mereka mampu membuat pikirku sesak oleh kebencian, namun, mereka sangat mampu mengembalikan dan mengisi hariku dengan helaan nafas opmitis akan asa dan mengisi hariku didampingi oleh kebahagiaan yang mereka berikan. Aku menyebut mereka dengan “Sahabat terbaikku”, tapi aku tak tahu, apa sebutan untukku. Sahabat, semoga ini tidak cepat berakhir.

Aku sangat benci menulis bagian ini, tentang perpisahan.
Aku enggan menerima kenyataan yang sudah menjadi alur kehidupan ini. Mereka benar-benar harus beranjak pergi, merangkai kembali asa bersama dunia baru mereka, dan menata kembali sikap serta pikir dengan manusia asing. Kenangan memang untuk dikenang, dan pertemuan memang untuk perpisahan. Akan ku kenang atas setiap detik yang pernah kita lalui bersama, kita pernah lalui masa sulit dengan mata sayu dan tertunduk lesu, kita pernah lalui masa lelah dengan kaki yang tak mampu lagi menopang tubuh, dan kita pernah lalui masa sakit dengan hati yang teriak merintih namun tak ada siapapun yang mendengar. Namun ketahuilah, Tuhan memang sangat Adil. Hal yang membuat kita sayu dan lesu, yang membuat kita lela dan sakit, kini telah menjelma menjadi sesuatu yang sangat indah, indah dan terlalu indah untuk kita kenang, ketika ruang tempat kita berdiri dihiasi oleh siratan manisnya senyum, dibingkai oleh syahdunya tangis haru dan kita saling pandang dengan pandngan yang tajam yang larut dengan kebahagiaan.

Pertemuan

"Setiap pertemuan sudah barang tentu akan diakhiri dengan perpisahan". Tapi aku berontak pada malam, "Setiap pertemuan sudah barang tentu akan diakhiri dengan pertemuan kembali" . Itulah baris kata yang sengaja aku buat untuk menghibur diri tentang kepastian akan perpisahan. Bodohnya aku, aku melanggar hukum alam tentang perpisahan. Aku hanya ingin selalu mengikat dengan erat atas apapun jalinan yang sempat dan telah kita jalin ini, aku sama sekali tidak menginginkan sebuah akhir, itu terlalu menyakitkan jika harus benar-benar terjadi. Ya, pada akhirnya pertemuan memang untuk perpisahan. Maka siapapun, ajari aku agar aku bisa rela melepasnya dengan mudah. Semoga tidak ada yang mampu untuk mengajari itu.