Kamis, 30 Agustus 2012

Antara Kehendak Hati dan Keharusan

Seharusnya mereka yang hidup mampu menyesuaikan dengan aturan yang berlaku dimana dia hidup, tapi nyatanya ? dia hidup sesuai dengan kehendak hati bukan sesuai dengan kehendak aturan, terkadang hati berkehendak lain dan adanya sikap menolak terhadap aturan tersebut. Haruskah seperti itu ? bukankah fitrah manusia hidup adalah untuk menjalankan sebuah aturan ? sehancur dan sebobrok itukah hati kita sehingga anturan yang indah tidak sanggup kita indahkan sebagaimana mestinya ? kenapa ? dik.

Terkadang hati memang menolak dan berontak terhadap sebuah aturan yang berlaku ditempat kita hidup, baik itu aturan dirumah yang menyatakan bahwa "tidak boleh pulang kerumah lebih dari jam 18.00", aturan disekolah yang menyatakan "tidak diperkenankan menggunakan sepatu berwarna selain warna putih dan hitam" ataupun aturan lainnya yang menyatakan bahwa "tidak boleh makan dan minum sambil berdiri atau berjalan" dan sebenarnya aturan itu tidak dikehendaki oleh kita untuk berlaku, baik karena aturan yang dimaksud tidak sesuai dengan kehendak hati maupun karena aturan itu memberatkan hati ketika harus taat padanya. tapi haruskah bersikap seperti demikian ? coba lihat lebih dalam pada diri. Ketahuilah, adanya aturan adalah upaya untuk menyelamatkan kita dari kehinaan dari pandangan orang lain ,  artinya ketika kita melanggar aturan yang berlaku maka pada saat itulah kita akan dianggap sebagai manusia yang hina oleh orang lain  bahkan Tuhan, sudikah diri dianggap demikian ? jangan dik ! jangan biarkan diri menjadi manusia yang hina karena kebodohan kita yang enggan untuk menerima dan menjalankan aturan yang berlaku ditempat kita hidup. 

Kehendak hati adalah tidur pulas disaat semua bekerja keras, kehendak hati adalah malas untuk beraktifitas disaat semua berlomba untuk mendapatkan harapan yang dicanangkan, kehendak hati adalah untuk menyombongkan kekayaan disaat semua terpogoh-pogoh melangkah hanya untuk sekedar menyambung hidup karena penuh kekurangan, kehendak hati adalah membangkang disaat semua ramai-ramai mengindahkan aturan yang ada, itu hanya kehendak hati dik dan itu bukan keharusan, yang jika kita selalu menuruti kehendak hati akan menghantarkan kita pada kesulitan hidup !. Jangan pernah merampas hak hati ! dia hidup, dia mendengar, dia melihat dan dia mampu merasakan kemana dia harus melangkah dan berlabuh, jangan persempit langkah dia karena sikap kita yang enggan untuk memberikan hak pada hati yang secara fitrah adalah untuk taat pada aturan yang berlaku. Relakah kita, hati yang semula suci ini terkotori karena kecerobohan dan kebodohan kita ?. Disini bukan tempatnya membicarakan tentang kehendak hati, disini adalah tempat untuk membicarakan tentang keharusan hidup yang sesuai dengan aturan yang berlaku, mari kita sedikit jalan-jalan kembali pada sebuah potret kehidupan yang mungkin membuat kita tersenyum miris karenanya.

Pernah ada cerita disebuah keluarga kecil tentang kehidupan seorang ayah yang menyuruh ( kita sepakati bahwa : suruhan adalah intruksi dan intruksi adalah hukum) anaknya untuk membelikan sabun mandi di sebuah warung atau mini market disekitar rumahnya, namun diwaktu yang sama anaknya juga membutuhkan sebuah sabun untuk membersihkan motornya, singkat cerita anaknya pun pergi dengan membawa beberapa lembar uang ribuan untuk membeli barang yang dimaksud oleh sang ayah. Namun ditengah perjalanan dia ingat dengan motornya yang kini sudah dekil karena sudah lama tidak dicuci, pikiran si anak pun sudah mulai bercampur dengan kehendak hati yang dengannya mulai lahir bibit pembangkangan terhadap intruksi yang diberikan sang ayah. Dia pun tiba di warung yang dimaksud, tampa berfikir panjang tentang kemungkinan resiko yang dialaminya lalu dia menghiraukan intruksi dari si ayah entah karena lupa atau memang disengaja karena kebutuhan, si anakpun membelikan uang yang pas-pasan itu untuk membeli sebuah sabun untuk membersihkan motornya yang dekil sehingga uang yang semula untuk membeli sabun untuk sang ayah telah ludes dibelikan sabun pencuci motor. Tampa rasa menyesal si anak pun kembali pulang dengan membawa barang yang dia beli. Sudah ketebak apa yang terjadi ? ya, sang ayah pun marah besar kepada anaknya karena ketidak patuhan dia terhadap suruhan diberikan, beribu alasan yang disampaikan sang anak tidak merubah situasi apapun, sang ayah tetaplah pada sikapnya yang marah. Sampai pada akhirnya muncullah kata maaf dan penyesalan dari sang anak, dia bertekad pada dirinya bahwa dia tidak akan mengulangi kesalan yang sama dan dia bertekad berubah untuk bisa menjadi anak yang lebih baik lagi serta sang ayah pun dengan senang hati menerima maaf anaknya sehingga kehidupan harmonis dikeluarga kecil ini kembali terjalin. konyol memang, jika kita boleh protes, kenapa tidak beli lagi saja sabun yang diinginkan ? dan kenapa sang ayah mesti marah karena sebatang sabun untuk mandi ? kenapa, kenapa dan kenapa ? Hei ! jangan lihat alur dan isi ceritanya tapi lihat maksud yang terkandung didalamnya.

Cerita diatas hanyalah analogi (perumpamaan) yang sesuai dengan kenyaan kehidupan yang kita alami bersama. Inti dari penjelasan cerita itu adalah bahwa sikap pembangkangan terhadap hukum atau intruksi pasti ada dalam perjalanan kita selama mengikuti pendidikan di PASKIBRA atau dimanapun, baik karena lupa/khilaf maupun karena disengaja yang dengan pembangkangan itu akan melahirkan situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi si pembangkang dan kehidupan sosialnya, dalam dunia pendidikan pembangkangan adalah kesalahan yang fatal, kemurkaan adalah satu dari beberapa ganjaran yang akan didapatkan si pembangkang dan kemurkaan itu tidak akan hilang kecuali sipembangkan melakukan hal yang sama seperti si anak yang terdapat pada cerita diatas, terkadang Antara Kehendak Hati dan Keharusan menjadi dua hal yang sangat bertolak belakang . Maka pada prinsipnya, menuruti kata hati dalam kehidupan adalah bukan solusi terbaik, serahkan setiap putusan hidup bukan pada hati karena hati dekat dengan nafsu dan nafsu adalah organ yang dikendalikan syetan, serahkan putusan hidup (termasuk didalamnya adalah pilihan) kepada hukum/aturan yang berlaku di tempat yang kita diami saat ini, ucapan maaf serta penyesalan yang mendalam disertai tekad untuk berubah adalah solusi yang terbaik. Akhirnya, semoga dengan tulisan sindiran diri ini kita dijauhkan dari predikat manusia yang hina karena pembangkangan terhadap hukum ! Amin..

Mari kita menjadi siswa yang keren karena kepatuhan kita terhadap hukum !

0 komentar:

Posting Komentar